Selasa, 26 Agustus 2008

Karena Aku Seorang MAHASISWA

“Mahasiswa adalah agent of change (Soe Hok Gie)

“Beri saya sepuluh orang pemuda, maka akan kurubah dunia” (Soekarno)

Fase-fase perubahan masyarakat Indonesia selalu saja mengikutkan mahasiswa di dalamnya. Mahasiswa yang happy selected few dari masyarakat Indonesia (kata Hok Gie lagi), selalu saja (dan harus ??) ‘menerima’ tugas sejarah perubahan peradaban yang meskipun kebanyakan nantinya akan ‘gagal’ (benarkah ?? – bisa kita diskusikan).

Dalam kesejarahan Indonesia (dan sebagian negara di dunia) intelektualitas tampaknya menjadi standar ide-ide perubahan dan menjadi parameter bagi masyarakat untuk menentukan pemimpin perubahan (selain kultus dan ‘kebetulan’). Bahwa kampus adalah pabrik-pabrik perubah (evolutor, revolutor maupun agent of change), telah menjadi trade mark umum bagi masyarakat, meski kemudian sempat menghilang di era represi negara terhadap kampus pada masa Orde Baru. Hal yang menjadi tuntutan besar bagi mahasiswa untuk selalu berada pada garda terdepan perubahan dan yang kemudian akan memposisikan dirinya sebagai watch dog ataupun oposisi abadi negara (representasi status quo)

Melihat kepada Sejarah

“Ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya : “ Patung-patung apakah ini yang kalian tekun beribadat kepadanya ??”” (QS Al Anbiyaa 52)

Sejarah sering menyadarkan kita, perubahan dahsyat dalam masyarakat yang membingungkan atau membuat kita kehilangan arah ternyata memiliki akar kontinuitas jauh di masa lampau. Dengan pendekatan sejarah, sangat mungkin tantangan perubahan akan mudah dikenali… [Kuntowijoyo 1993].

Peran mahasiswa (atau ‘pemuda’) dalam perubahan masyarakat akan sangat tergantung pada parameter-parameter dan elemen yang mengikutinya yang (tentu saja) sangat kompleks. Dalam perjalanan kesejarahan tentang perubahan, para pemuda menampilkan berbagai pilihan alternatif gerakan perubahan masyarakat (dan juga pemberdayaan masyarakat).

C Maju !! meski sendiri, (kisah Ibrahim)

Sejarah panjang Ibrahim senantiasa diiring oleh peristiwa-peristiwa kesejarahan hebat yang (subhanallah) dilakukannya sendirian. Ideologi tauhid yang ia miliki dan perubahan yang harus ia lakukan dalam masyarakatnya menemui tembok yang tebal, hatta bapaknya sendiri. Pendidikan masyarakat yang ia lakukan dengan cerdas dan ilmiah (ingat diskusinya dengan Namrud tentang Tuhan), harus berhadapan dengan masyarakat dan negara sekaligus.

Sebuah tantangan besar, sebagaimana kondisi kontemporer sekarang ketika mahasiswa harus berhadapan dengan masyarakat yang kini ‘membencinya’. Dan, pilihan Ibrahim adalah maju, dan terjunlah ia ke dalam api, untuk kemudian ia membikin generasi baru yang ‘tahan banting’ untuk mengikuti millah-nya.

C Dan, kami pun minggir (kisah Ashabul Kahfi)

Ketika masyarakat (dan negara) kembali menghadang proses perubahan, pilihan lain adalah minggir (memarginalisasikan diri), sebuah pilihan ‘mahasiswa-mahasiswa gua’ ketika ide yang ia bangun dan miliki terhadang.

Sebuah pilihan terberat bagi sebuah gerakan perubahan adalah pengasingan diri (‘uzlah) demi mempertahankan kemurnian keyakinan dengan keyakinan ‘niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu’ (QS Al Kahfi 16) – yaitu dengan optimisme bahwa mereka akan mendapat kekuatan baru (jasmani dan rohani) baru untuk melanjutkan perubahan.

Pilihan pengasingan secara kontemporer mungkin adalah pilihan yang dilakukan oleh Gandhi dalam perubahannya.

C Perubahan, sampai detik terakhir (kisah Ashabul Uhdud)

Proses perubahan masyarakat selalu membutuhkan waktu (evolutif) ketika syarat revolusi tidak terpenuhi. Nasehat dari pemuda ashabul kahfi untuk mahasiswa kontemporer adalah bahwa proses perubahan tidak mengenal waktu berhenti. Perubahan harus tetap dilakukan sampai detik terakhir. ‘Momentum’ perubahan sesungguhnya adalah hal yang dapat dibuat. Proses pendidikan dan pemberdayaan masyarakat adalah proses pembuatan momentum itu sendiri. Ketika masyarakat telah tersadarkan, merekalah pembuat perubahan itu sendiri.

Hal lain adalah bahwa masyarakat adalah pihak yang selalu paling mudah menerima perubahan (karena mereka adalah konsumen perubahan itu sendiri), dan negara selalu saja adalah tembok terakhir penghadang perubahan.

C Mundur selangkah, untuk kemudian maju beribu langkah (kisah Rasulullah saw.)

Peristiwa hijrah Nabi mengandung fenomena fisik dan fenomena spritual dan kejiwaan, yaitu tekad tidak mengenal kalah dalam perjuangan. Terbukti pilihan hijrah bagi Nabi dan Sahabat adalah pilihan strategis dan luar biasa, ketika akhirnya mereka kembali dan menang. Mundur tidak selalu berarti kekalahan, tetapi berarti pula penyusunan strategi kembali untuk kemudian maju dan menang

Pilihan-pilihan dalam proses perubahan masyarakat akan sangat-sangat tergantung kondisi masyarakat, parameter dan elemen yang melingkupinya. Contoh-contoh kisah di atas menyediakan kita akan pilihan-pilihan yang dapat kita ambil sebagai ‘ibrah dan arahan bagi gerakan mahasiswa ketika harus berbenturan dengan masyarakat dan negara

Keterangan : Fenomena kisah-kisah dalam Al Quran dan Hadits sesungguhnya bukanlah sekedar dan semata-mata proses historis sosiologis, tetapi ada peristiwa keruhanian yang besar di dalamnya, didalamnya mu’jizat dan kekuasaan Allah swt., akan sangat-sangat terlihat jelas. Tetapi sesungguhnya, Allah swt. menjadikan kisah-kisah tersebut dapat berjalan dalam kerangka sunatullah yang dapat kita pahami sebagai proses historis dan sosiologis. Pemaparan kisah-kisah tersebut dalam makalah ini sesungguhnya adalah pengambilan ‘ibrah dalam kerangka pendekatan diri kita kepada Allah swt., dan sama sekali tanpa niatan merendahkan kemuliaan kisah tersebut. Astaghfirullah Wallahu a’lam.

Cukupkah hanya Gerakan Moral ??

Ketika penurunan Soeharto adalah praktikumnya mahasiswa sospol. Ketika krisis moneter adalah praktikumnya mahasiswa ekonomi. Sekarang saatnyalah mahasiswa teknik bergerak ber

praktikum [Seorang mahasiswa Teknik]

Gerakan mahasiswa untuk perubahan senantiasa mengidentifikasikan diri sebagai gerakan moral (moral force). Sebuah istilah yang justru akan menjebak gerakan mahasiswa pada kemandekan (stagnasi) proses perubahan sendiri. Perubahan sesungguhnya adalah proses berkelanjutan, bukan proses pemanfaatan momentum belaka (termasuk untuk revolusi sekalipun), karena masyarakat akan sangat lebih membutuhkan perubahan yang terarah dan riil membawa perubahan sosial padanya.

Pengalaman 66, 74 dan 98 menunjukkan ‘kegagalan’ perubahan itu sendiri. Ketika generasi 66 menjadi lambang status quo pada Orde Baru, dan ketika generasi 74 pun terhenti dan terdiam. Mereka akhirnya terperangkap pada jebakan –jebakan politik yang menjadikan mereka sebagai kendaraan politik kekuasaan belaka. Termasuk 98 ?? – yang kini pun ‘agak’ terdiam dan membiarkan proses reformasi tergagalkan….

Reposisi peran mahasiswa dalam proses perubahan adalah (seharusnya) tema terbesar gerakan mahasiswa sekarang. Bahwa mahasiswa bukan lagi sekedar pendorong proses perubahan, tetapi pelaku perubahan itu sendiri. Keterbatasan wacana dan intelektual masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa mereka masih sangat-sangat membutuhkan pendampingan mahasiswa di dalamnya.

Tuntutan besar tersebut yang akan menambah kerja (atau meletakkan pada porsinya ???) mahasiswa ke depan. Pengulangan sejarah 66 dan 74 bukanlah pilihan yang baik. Tuntutan itu terrepresentasikan dalam bentuk pendidikan politik berkelanjutan (bukan sekedar pembentukan opini massa), dalam bentuk pembangunan kesadaran yang terstruktur, dalam bentuk langkah-langkah riil di masyarakat, dan pemenuhan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Hal yang akan membutuhkan analisis mendalam kondisi sosial masyarakat dan kerja sama yang rapi.

Hambatan jelas selalu menghadang. Terpecahnya gerakan mahasiswa karena tiadanya musuh bersama (common enemy) dan egoisme ideologi, terbatasnya stamina mahasiswa, kegagalan pentransferan gerak (bukan lagi sekedar ideologi) dan lain-lain (eh, juga adanya ‘provokator’). Sebuah kondisi empuk bagi negara (dan elit politik) untuk mengendarai gerakan mahasiswa.

Lalu apa…

Uraian di atas dapat mengumpulkan beberapa hal yang harus dipahami oleh gerakan mahasiswa dalam membawa proses perubahan masyarakat (dan pemberdayaan masyarakat) :

C Pilihan proses perubahan akan sangat tergantung pada kondisi sosiologis masyarakat, sehingga analisis mendalam berbagai aspek sosiologis dan historis masyarakat akan mempermudan perubahan, dan meminimalkan penentangan masyarakat sendiri. Penentangan masyarakat ternyata salah satu faktor penggagalan perubahan

C Perubahan adalah proses berkelanjutan, bukan sekedar pemanfaatan momentum belaka. Pendidikan dan pemberdayaan masyarakat adalah bagaian dari proses perubahan. Dan bahwa momentum dapat diciptakan.

C Pendidikan masyarakat membutuhkan kerja-kerja terstruktur bukan kerja insidental yang reaktif. Pendidikan masyarakat bukan sekedar pembentukan opini tetapi juga kerja-kerja riil yang manfaatnya diterima secara langsung oleh masyarakat.

C Hambatan intern adalah masalah gerakan mahasiswa dan bukanlah jatah masyarakat untuk menerima ekses kondisi tersebut. Jadi pecahin dong…., tetapi proses pendidikan tetap berlanjut.

Analisa historis kisah gerakan untuk perubahan adalah referensi gerakan perubahan yang cukup penting.

1 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Di Tanggapi