Minggu, 08 November 2009

Lagi-lagi : Jaga Hati...!!!

“ Sebenarnya, kriteria akhwat seperti apa sih yang antum dambakan sebagai calon istri ?”, sebuah pertanyaan ‘lancang’ yang ditujukan dari bibir seorang akhwat untuk seorang ikhwan berstatus lajang. Tapi harus aku maklumi, aku sedang di “sidang”…!!


Aku beristighfar dalam hati. Dengan perasaan yang tidak menentu dan harus menjawab apa. Sejenak aku menjawab dengan senyuman, dengan wajah yang masih tertunduk malu. Malu pada Allah, ketika harus memandang wajah yang tidak ada hak bagiku untuk memandangnya.


”Untuk apa anti bertanya demikian ?”, akhirnya pertanyaan yang aku jawab juga dengan sebuah pertanyaan. 1-1 pikirku. Sekarang, sepertinya gantian dari seberang yang salah tingkah harus menjawab apa.


” Bukan maksud apa-apa akhi, siapa tahu ane bisa mencarikan untuk antum. Atau jangan-jangan antum sudah punya pilihan di hati antum”, tendangan yang bagus, membobol segenap isi hati ini.


Beginilah pertanyaan dari seorang akhwat yang sudah menikah, tidak mungkin ia seberani ini mengalirkan pertanyaan ’lancang’ untuk seorang ikhwan lajang kalau saja sahabatku belum meminang dan menikahinya.


”Ukhti, asli. Jujur. Tidak sepantasnya bagi seorang aktivis dakwah seperti kita, penyeru kebajikan seperti kita, mendahului takdir dan keputusan Allah dalam masalah jodoh. Apalagi bagi ane yang sudah lama mempunyai prinsip, tidak akan pacaran sebelum menikah. Dalam hati ini, belum pernah ada satupun akhwat yang membuat diri ini tidak nyaman tidur, tidak enak makan, dan sebagainya. Karena apa, karena kita sadar, sepenuhnya hati ini milik Allah. Jadi, mana mungkin ane bisa memahat sebuah nama seorang wanita yang belum pasti akan menjadi sigaring nyowo bagi ane? sebuah prinsip yang sampai hari ini masih kuat ane pegang, bahwa hati ini akan bermuara pada akhirnya ketika memang waktu itu telah tiba. Waktu lisan ini mengucapkan Mitsaqon Gholidzo. Janji suci dalam ikatan pernikahan”. Suara diseberang terdiam sebentar, seakan-akan ingin melempar kembali umpan yang lebih empuk. Entah sebenarnya kemana sih arah pembicaraan kedua akhwat di seberang.


” Ane paham akhi, tapi afwan. Kalau boleh tahu, sejauh ini ane melihat antum dekat dengan beberapa orang akhwat. Apa tidak ada satupun di antara akhwat itu yang ada kecenderungan mengisi ruang hati antum ?, afwan” tuh khan, benar. Inilah konsekuensi seorang ikhwan lajang yang dapat amanah sebagai seorang pimpinan lembaga yang kebanyakan berisi akhwat. Hadzihil Fitnah...


Fiuh...harus ku jelaskan bagaimana ya. Orang melihat yang sebenarnya, secara fisik, aku memang dekat dengan beberapa orang akhwat dalam lembaga yang aku pimpin. Bukan apa-apa, ini karena sebuah tuntutan. Ya, tuntutanku sebagai seorang pimpinan dalam lembaga ini. Ketika ada permasalahan-permalasahan yang memang menyangkut lembaga, baik permasalahan tersendatnya program-program yang seharusnya segera bisa direalisasikan namun karena ada permasalahan internal di salah satu bidang, dan rupanya kordinator bidang tidak bisa dengan segera memberikan solusi itu, akhirnya aku yang harus turun tangan. Mencoba menyelesaikan permasalah itu dengan pendekatan personal. Dari hati ke hati. Namun tetap menjaga dalam koridor syariat. Baik via telepon, sms, email, chatting, atau bahkan saat bertemu langsung. Sekali lagi aku tegaskan, bahwa kedekataknu dengan beberapa orang akhwat di lembaga ini sebatas dalam koridor pimpinan dan bawahan. Tidak kurang tidak lebih. Semuanya aku tempatkan sama. Dengan niatan agar semua permasalahan yang memang menyangkut perasaan setiap personalia segera teratasi jika memang koordinator bidang tidak segera bisa menyelesaikannya. Tapi, beda orang, beda pula cara memandangnya. Ada yang melihat bahwa aku condong pada beberapa orang akhwat. Aku hanya bisa beristighfar. Bahkan ada yang lebih parah, melabeliku dengan julukan ”Don Perayu”. What everlah...


Ketika aku jelaskan hal ini, suara kedua diseberang ikut mengalir,


” Para akhwat melihat antum itu TPTP, akh. Tebar Pesona. Ane paham, antum mungkin secara tidak sadar melakukan itu, walaupun mungkin tidak ada satu kepingpun dalam hati antum itu niatan untuk tebar pesona”...Allohu Robbi, fitnah apa lagi ini...?


Mata ini berkaca, tapi mungkin pemilik dua suara diseberang sana tidak melihatnya karena aku tetap tertunduk. Suaraku tercekat, dalam hati aku istighfar berkali-kali. Aku teringat pesan Mbakku dulu, saat aku mulai datang ke Solo awal semester kuliah.


”Jaga Mata dan Hati...!!”, itulah pesan yang aku tanam dalam-dalam sampai sekarang.


” Ane bingung harus menjawab bagaimana, ukh. Dan ane juga sungguh tidak tahu kalau rupanya ane ini menjadi perbincangan di kalangan akhwat, sungguh ane benar-benar tidak menyadarinya. Bahkan untuk memikirkan hal itupun tidak pernah. Jadi, untuk urusan yang satu itu, ane serahkan kepada yang menggenggam jiwa ane. Namun yang jelas, ane sudah berusaha untuk benar-benar bersih dalam melakukan semua aktivitas ane, apalagi yang menyangkut dengan hubungan ikhwan-akhwat. Hati memang tidak bisa bicara ukh, namun matalah yang melihatnya. Ane mohon maaf apabila dalam pandangan teman-teman akhwat, ane di pandang sebagai ikhwan yang TPTP. Dan, ane pikir ini menjadi tugas masing-masing untuk kembali membersihkan hati, dan kembali mengalihkan hal-hal demikian pada proyek dakwah yang menggunung daripada hanya sekedar membicarakan yang memang belum waktunya bagi ane. Mungkin cukup ukh, untuk perbincangan kita kali ini, sudah hampir maghrib”.


” ya akhi, afwan jiddan jika pembicaraan ini menyakiti hati antum. Benar kata antum, kita memang harus menjaga hati dan membersihkannya bila ada kotoran yang melekat. Tapi akh, satu hal yang perlu antum ketahui, bahwa hati akhwat itu berbeda dengan hati seorang ikhwan, hati akhwat lebih sensitif. Sehingga ketika ada seorang ikhwan yang ’dekat’ dengannya, memberi perhatian yang sedikit lebih, hati akhwat bisa condong pada sang ikhwan walaupun si ikhwan tidak menyadarinya. Jadi, ane juga mohon kepada antum, untuk lebih belajar lagi memanajemen hubungan antara pimpinan dan bawahan. Demi kebaikan kita bersama. Begitu saja akhi, pertemuan kita sore ini, Assalamu’alaikum warohmatullohi...”, segera setelah aku menjawab salam mereka, kedua akhwat tadi pun melajukan sepeda motornya. Menembus jalanan dibawah naungan langit yang telah berubah warna senja.


Sepanjang perjalanan pulang ke kost, lintasan memori masa lalu kembali hadir. Kasus-kasus akhwat yang menempatkan aku sebagai obyek kesalahan, ikhwan yang ’bikin onar’ di setiap hati akhwat yang dekat denganku. Awal-awal kuliah dulu, saat aku di sidang Mbak Fatma, mbakku. Mbak Fatma mendapat laporan dari akhwat yang kebetulan satu kost dengan ukhti ’A’, satu program kuliah. Bahwa ukhti ’A’ sakit, dan sakitnya rupanya disebabkan olehku. Aku tidak sadar, rupanya setelah ukhti ’A’ di ’sidang’, beliau menceritakan semua isi hatinya, ia keluarkan semua catatan, isi diary, sobekan kertas yang berisi tulisan tanganku, semuanya tentang aku. Dan aku benar-benar tidak menyadarinya.


Kemudian, kembali aku disidang oleh Mbak Fatma, ketika aku mendapat amanah di sebuah departemen bidang pembinaan. Aku di ”gosip”kan dekat dengan kordinator akhwat. Katakanlah ukhti ’B’. Sering ke kost beliau, bahkan selepas isya (saat itu jam malam berkunjung ke kost akhwat adalah pukul 19.30 wib). Lalu aku jelaskan bahwa seringnya aku ke kost beliau karena semata-mata aku menyerahkan tugas-tugas amanah dakwah di departemen, bukan urusan pribadi. Dan kenapa malam hari ? karena memang sejak siang hingga maghrib aku di sibukkan dengan urusan praktikum, sehingga baru bisa menyelesaikan tugas-tugas dakwah saat maghrib, dan harus diserahkan segera. Tidak ada pembicaraan pribadi.


Kemudian, memori yang berhubungan dengan akhwat kembali hadir. Saat itu, seorang akhwat katakanlah ukhti ’C’, mencoba meminta bantuanku untuk bisa menjadi penyiar di sebuah radio swasta di kota solo. Saat itu amanahku sebagai Presiden BEM Fakultas, aku memanfaatkan penawaran itu sebagai kesempatan untuk menjadikannya sebagai program BEM, dan memang berhasil. Namun lagi-lagi orang melihatnya lain. Aku di ”gosip”kan dekat dengan ukhti ’C’.


Pernah aku kesal sama Mbakku,


” Kenapa sih akhwat suka banget nge-gosip???, bukankah mereka itu ngaji ? kok bisa-bisanya suka menggosip ?”, kesalku. Lalu Mbak Fatma mencoba membela para akhwat.


” Tidak semua akhwat, dan itupun bukan dalam rangka ghibbah, tapi untuk mencari kebenaran berita antum itu loh”, bela Mbakku.


” Kalau memang pingin dapat tabayyun, kenapa nggak langsung tanya ke aku, Mbak ? mereka gak berani ? ahh...pengecut tuh akhwat”, runtukku saat itu, benar-benar kesal.


” Khan mereka sudah benar, mereka melalui perantara orang yang dekat dengan antum. Mereka bertanya sama Mbak, makanya mbak tanya ke antum, baru Mbak jelaskan”.


Cerita-cerita semacam ini bukan sekali dua kali, tetapi sudah terlalu sering, hanya karena salah tangkap informasi, salah penafsiran, hanya melihat dari satu sudut pandang dan sebagainya, seseorang terjerat bisikkan syetan untuk ber su’udzon terhadap saudaranya lalu berlanjut pada berghibbah sesama ikhwah dan terjadilah fitnah.


Aku sadar, tidak ada manusia yang sempurna yang luput dari kesalahan. Sekalipun ia adalah seorang Da’i, yang menyerukan kebenaran. Tugas kita adalah tetap berusaha untuk berbuat sebaik mungkin, belomba-lomba dalam kebaikan.


Akhirnya, motor ini membawaku ke kost-kostan beriringan dengan panggilan Adzan Maghrib. Saatnya kembali mengadukan permasalahan hati ini kepada Zat Yang Menggenggam setiap Hati makhluk-Nya.

8 komentar:

saya cukup sering mendengar kisah yang mirip2 dengan kisah antum akhi .... solusinya memang sudah jelas, menikah insya Allah meredam fitnah ...

Ya sabar aja akhi... krikil-krikil dakwah itu memang selalu ada... ya mudah2 an kita semua dpat menjaga hati2 kita dari hal2 yang dapat mengotorinya.... dan ana steuju dengan ustd hatta... ya menikah....

Ustadz Hatta : Sukron Jazakalloh Ustadz, benar kata Ustadz, tak perlu lama-lama bagi ane untuk menunda. Doakan ane Ustadz, semoga bisa segera keluar dari permasalahan Fitnah Hati ini.

Waaahh...Mas Doni ternyata... subhanalloh deh, gak nyangka banget. Masa ada akhwat segitunya sih ngejar-ngejar ikhwan...

wikikikiki...

sebegitunya...biasa ae lah..tinggalin aja...innal baatila ka zahuuqa..(sesungguhnya kebatilan akan sirna)

Posting Komentar

Silahkan Di Tanggapi