Kamis, 24 Mei 2012

Engkaulah, Lentera Kaummu !


Nak, bisa jadi engkau akan menanyakan arti dari namamu. Maka Abi akan menuliskannya disini, agar suatu hari kelak engkau dapat membacanya dan memahami kenapa Abi menyematkan sebuah nama untukmu.
Abi ingin cerita, Nak. Bacalah dengan seksama ya, Nak !





Siapakah Dia ? 

Di Bumi Daus ini ia di lahirkan. Dari kalangan Bangsawan di negerinya, Tihamah (Dataran rendah sepanjang Laut Merah). Dialah seorang yang menjadi kepala kabilah Daus pada masa jahiliyah. Dia termasuk bangsawan Arab yang terpandang, seorang pemimpin yang memiliki kharisma serta kewibawaan yang tinggi dan diperhitungkan orang. Periuknya tidak pernah turun dari tungku untuk membuat hidangan. Pintu rumahnya tidak pernah tertutup bagi orang-orang yang bertamu, berusaha melindungi orang yang sedang ketakutan dan membantu setiap penganggur. Di samping itu, dia pujangga yang pintar dan cerdas, penyair yang tajam dan berperasaan halus. Selalu tanggap terhadap kenyataan-kenyataan yang manis dan yang pahit. Karya-karyanya mempesona bagaikan sihir. Di musim ramainya pekan ‘Ukadh, yaitu suatu tempat berkumpul dan berhimpunnya manusia, untuk mendengar dan menyaksikan penyair-penyair Arab yang datang berkunjung dari seluruh pelosok serta untuk menonjolkan dan membanggakan penyair masing-masing, maka dia selalu mengambil kedudukannya di barisan terkemuka. Dialah Thufail bin Amr Ad-Dausy.

Thufail Ke Makkah

Walaupun bukan pada musim ‘Ukadh, ia Sering pula pergi ke Mekkah. Pada suatu ketika, Thufail meninggalkan negerinya menuju Makkah. Waktu itu pertentangan antara Rasululloh shallallahu Alaihi wa sallam dengan kafir Quraisy semakin terlihat nyata. Masing-masing pihak berusaha memperoleh pengikut atau simpatisan guna memperkuat golongannya. Sedangkan senjata Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berdo’a kepada Tuhannya, disertai iman dan kebenaran yang dibawanya. Sedangkan kaum kafir Quraisy menegakan impian mereka dengan kekuatan senjata,dan dengan segala macam cara untuk menghalangi orang banyak menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

Thufail terlibat dalam kemelut ini tanpa disengaja, karena kedatangannya ke makkah itu bukan untuk melibatkan diri. Bahkan pertentangan antara Nabi Muhammad dengan kaum Quraisy belum pernah terlintas dalam pikirannya sebelum itu. Dan hanya sebatas mendengar bahwa ada orang yang mengaku nabi membawa ajaran baru yang jauh berbeda dengan ajaran nenek moyangnya.

Kedatangannya ke Makkah di sambut dengan hangat. Ia ditempatkan di sebuah rumah istimewa. Kemudian para pemimpin dan pembesar Quraisy berdatangan menemuinya.

“Hai Thufail, kami sangat gembira Anda datang ke Negeri kami, walaupun negeri kami sedang dilanda kemelut. Muham­mad, Orang yang mengaku dirinya sebagai nabi itu memiliki ucapan laksana sihir, hingga dapat mencerai ­beraikan anak dari bapak dan seseorang dari saudaranya, serta seorang suami dari istrinya. Dan sesungguhnya kami ini cemas terhadap dirimu dan kaummu dari kejahatannya, maka janganlah ia diajak bicara, dan jangan dengarkan apa kata­nya. Kami khawatir dia akan mempengaruhi Anda pula. Kemudian dengan kepemimpinamu, di pengaruhinya pula kaummu, seperti yang terjadi pada kami.”

 “Karena itu janganlah Anda dekati orang itu, jangan berbicara dengannya dan jangan pula mendengarkan kata-katanya. Sebab kalau dia berbicara, kata-katanya bagaikan sihir. Perkataannya dapat memisahkan anak dengan bapak, merenggangkan saudara sesama saudara dan menceraikan istri dengan suami”

Mereka terus menceritakan hal yang aneh-aneh kepada Thufail. Mereka menakut-nakutkannya dengan keanehan-keanehan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad. Thufail dilarang bicara bahkan mendengar ucapan Nabi Muhammad dan kaum muslimin sedikitpun. Thufail seorang yang cerdas, ia penasaran dengan semua cerita yang di sampaikan oleh kaum Quraisy. Bahkan ia ingin bertemu langsung dengan Muhammad, yang sedang menjadi buah bibir kalangan pemuka bangsa Arab. Namun niatnya itu harus di urungkan, karena setiap harinya para pemuka Quraisy selalu membuntuti kemana ia pergi.

Thufail bertemu Nabi Muhammad 

Pada suatu pagi Thufail pergi ke masjid hendak tawaf di Ka’bah, dan mengambil berkah dari berhala-berhala yang ia puja. Hal seperti itu biasa dia lakukan ketika musim haji. Ia menyumbat telinganya dengan kapas, karena takut mendengar suara Nabi Muhammad dan pengikutnnya.

Tetapi ketika masuk ke Masjid, ia melihat Muhammad sedang shalat dalam Ka’bah. Thufail terpesona melihat shalat Nabi yang tidak sama dengan shalatnya. Sedikit demi sedikit ia bergerak menghampiri Nabi, sehingga akhirnya ia berada dekat sekali dengannya. Alloh subhanahu wa Ta’ala menakdirkan Thufail mendengar apa yang dibaca nabi, meskipun telinganya telah di sumbat.

Thufail berkata kepada dirinya sendiri , “Betapa celakanya engkau, hai Thufail! Engkau seorang pujangga dan penyair. Engkau tahu membedakan mana yang indah dan mana yang buruk. Apa salahnya kalau engkau dengarkan dia bertutur? Mana yang baik boleh engkau ambil, mana yang buruk engkau tinggalkan!”

Thufail bagaikan terpaku di tempatnya. Terpana menyaksikan dan mendengar secara langsung ritual Ibada yang di lakukan Rasulullah. Ketika Rasululloh pulang, ia pun mengikutinya sampai ke rumah dan memuinya.

Di hadapan Rasululloh ia bertanya, “Ya Muhammad, sesungguhnya kaummu berkata kepadaku tentang diri dirimu begini dan begitu. Mereka menakut-nakutiku dengan urusan agama yang kau bawa. Oleh karena itu, aku menyumbat telingaku dengan kapas agar tidak mendengar sesuatu darimu. Tetapi Allah menghendaki supaya aku mendengar sesuatu dari lisanmu. Ternyata apa yang engkau ucapkan semuanya benar dan bagus. Maka ajarkanlah kepadaku agama yang kau bawa itu!”

Thufail Masuk Islam


Rasulullah SAW mengajarkan kepadanya tentang Islam. Dibacakannya Al Qur’an surat Al Ikhlas dan Al Falaq. Thufail semakin terpesona dengan dua surat Al Qur’an yang di perdengarkan. Bukan hanya susunan kata-katanya, tak sekedar  pilihan diksinya, namun kandungan maknanya yang sungguh memikat hati siapapun yang mendengar dan memahaminya. Thufail orang yang Cerdas. Maka sejak saat itu ia masuk Islam. Dan menetap di Makkah beberapa lama, untuk mempelajari Agama Islam. Ia mengahafal Ayat-ayat Al- Qur’an semampu dan sesanggup ia menghafalkannya.

Ketika hendak bermaksud kembali kepada kaumnya,”Ya Rasulullah, aku ini pemimpin yang dipatuhi oleh kaumku. Aku bermaksud hendak kembali kepada mereka dan mengajak mereka masuk Islam. Tolonglah do’akan kepada Allah SWT semoga Allah memberiku bukti bukti nyata yang dapat memperkuat dakhwahku kepada mereka, supaya mereka masuk Islam”. Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam pun segera berdo’a agar Thufail dijadikan baginya tanda supaya kaumnya semakin percaya kepada Thufail.

Thufail Mendapat Cahaya di Tongkatnya

Ditengah perjalanan pulang, keluarlah suatu cahaya diantara kedua mata Thufail seperti lampu. Thufail berdo’a “Ya Alloh, pindahkan lah cahaya ini ke tempat lain, karena kalau cahaya ini terletak di antara kedua mataku, aku hawatir kalau-kalau kaumku manyangka mataku telah kena sihir lantaran meninggalkan agama berhala”
Dengan izin Alloh cahaya itu dipindahkan ke ujung tongkatnya, bagaikan sebuah kendil tergantung. Setelah berada di tengah-tengah kaumnya, yang pertama tama mendatanginya adalah bapaknya sendiri. Beliau sudah berusia lanjut.

Keluarga Thufail masuk Islam

Ketika Thufail menawarkan Islam kepada Bapak, Ibu  dan Istrinya, mereka mau mengikuti ajaran Islam. Dan tatkala hatinya menjadi tenteram karena Islam telah meliputi rumahnya, ia pun berpindah tempat kepada kaum keluarga, bahkan kepada seluruh penduduk Daus. Tetapi tak seorang pun di antara .mereka yang memenuhi seruannya memeluk Islam, kecuali Abu Aurairah r.a. Dia paling cepat memenuhi panggilan Islam.

Kaumnya itu menghinakan dan memencilkannya, hingga akhirnya hilanglah keshabaran terhadap mereka. Maka dinaikinya kendaraannya bersama Abu Hurairah menempuh padang pasir dan kembali kepada Rasulullah saw. mengadukan halnya dan membekali diri dengan ajaran-ajarannya. Dan tatkala tibalah ia di Mekah, segeralah ia ke rumah Rasullah, dibawa oleh hatinya yang rindu. Rasulullah menyambutnya hangat. Rasulullah SAW bertanya,

“Bagaimanakah perkembangan Dakwahmu, duhai Thufail?”

“Hati kaumku masih tertutup dan sangat kafir. Sungguh seluruh kaumku, Kabilah Daus, masih sesat durhaka. Wahai Rasulullah. Saya kelabakan menghadapi Riba dan Perzinahan yang merajalela di desa Daus. Maka mohonkanlah kepada Allah agar Ia menghancurkan Daus.” jawab Thufail.

Rasulullah SAW pergi mengambil wudhu’,kemudian beliau shalat. Sesudah Shalat beliau menadahkan kedua tangannya ke langit, lalu berdo’a. Pada saat itu Abu Hurairah merasa khawatir jangan-jangan Rasulullah mendo’akan agar kabilah Daus celaka.  Tetapi alangkah terpesonanya Thufail ketika dilihatnya Rasulullah mengangkatkan kedua tangannya ke langit serta katanya,

”Ya Allah, tunjukilah orang-orang Daus, dan datang­kanlah mereka ke sini dengan memeluk Islam … !”

Lalu sambil berpaling kepada Thufail, katanya:  
”Kembalilah kamu kepada kaummu, serulah mereka dan bersikap lunak-lembutlah kepada mereka”
Peristiwa yang disaksikannya ini memenuhi jiwa Thufail dengan keharuan dan mengisi ruhnya dengan kepuasan, lalu dipujinya Allah setinggi-tingginya, yang telah menjadikan Rasul, insan pengasih ini sebagai guru dan pembimbingnya, dan men­jadikan Islam sebagai Agama dan tempat berlindungnya.

Maka bangkitlah ia pergi kembali ke kampung halaman dan kaumnya. Dan di sana, ia terns mengajak mereka kepada Islam secara lunak lembut sebagai dipesankan oleh Rasulullah saw. Dan benar saja, saat Thufail menyeru kaumnya, mereka segera menyambut ajakan Thufail. Sejak itu hingga Rasulullah hijrah, Thufail masih menetap di negerinya.

Thufail Dalam Perang Khaibar
Dalam pada itu, selama tenggang waktu yang dilaluinya di tengah-tengah kaumnya, Rasulullah telah hijrah ke Madinah, dan telah terjadi perang Badar, Uhud dan Khandak. Tiba-tiba ketika Rasulullah sedang berada di Khaibar, yakni setelah kota itu diserahkan Allah ke tangan Muslimin, satu rombongan besar yang terdiri dari delapan puluh keluarga Daus datang menghadap Rasulullah sambil membaca tahlil dan takbir. Rasulullah menyambut gembira kedatangan mereka. Mereka lalu duduk di hadapannya mengangkat bai’at secara bergantian.

Dan tatkala selesailah peristiwa mereka yang bersejarah dan upacara bai’at yang diberkahi itu, Thufail pergi duduk seorang diri, merenungkan kembali kenangan-kenangan lama­nya dan mengira-ngirakan langkah yang akan diambilnya untuk masa mendatang.

Maka teringatlah ia akan saat kedatangannya kepada Rasul­ullah memohon agar ia menadahkan tangannya ke langit untuk mengucapkan do’a “Ya Allah, hancurkanlah orang-orang Daus, tetapi ternyata Rasulullah menyampaikan per­mohonan lain yang menggugah keharuannya dengan ucapan, “Ya Allah, tunjukilah orang-orang Daus, dan bawalah mereka ke sini setelah menganut Islam !”, Sungguh, Allah telah menunjuki orang-orang Daus dan Ia telah mendatangkan mereka sebagai Kaum Muslimin. Mereka terdiri dari 80 kepala keluarga beserta penghuni rumahnya dan merupakan bagian terbesar dari penduduk, serta meng­ambil kedudukan mereka di barisan suci di belakang Rasulullah al- Amin. Dan sesuai dengan permohonan Thufail dan kaumnya, Rasulullah menempatkan mereka di sayap kanan pasukan Nabi. Dan kompi muslimin Daus ini dinamakan “Kompi Mabrur.” Sejak saat itu, Thufail selalu mendampingi Rasulullah.

Thufail Menghancurkan Berhala


Setelah pembebasan kota Mekah, Thufeil melanjutkan usahanya bersama jama’ah yang telah beriman itu. Tatkala tibalah saat pembebasan Mekah ia ikut rombongan yang memasukinya, yang jumlahnya sepuluh ribu orang, yang sekali-kali tidak merasa bangga atau besar kepala, hanya sama-sama menundukkan kening karena hormat dan ta’dhim, mensyukuri ni’mat Allah yang telah membalas usaha mereka dengan kemenangan nyata, dan pembebasan Mekah yang tak usah menunggu lama.

Thufail melihat Rasulullah menghancurkan berhala-berhala di Ka’bah dan membersihkan dengan tangannya kotoran dan najis yang telah lama berkarat. Putera Daus itu teringat akan sebuah berhala milik Amr bin Himamah. Amr ini Sering mem­bawanya memuji berhala itu sewaktu ia menginap di rumahnya sebagai tamunya, hingga ia berlutut di hadapannya dan meren­dahkan diri dan memohon kepadanya.

Datanglah sudah saatnya bagi Thufeil sekarang ini untuk menghapus dan melebur dosa-dosanya di hari itu. Ketika itu pergilah ia kepada Rasulullah saw. meminta idzin untuk pergi membakar berhala milik Amr bin Humamah tadi, yang biasa disebut “Dzal kaffain”, atau “si Telapak tangan dua”.

Thufail minta izin kepada Rasulullah, agar dibolehkan pergi ke Dzil Kafain untuk musnahkan berhala-berhala yang ada di sana. Rasulullah memberi izin kepada Thufail. Dia berangkat ke tempat berhala tersebut dengan satu regu tentara dari pasukannya. Sewaktu sampai disana dan mereka bersiap handak membakar berhala Dzil Kafain, berkerumunlah kaum laki-laki, perempuan dan anak-anak sekitar mereka, menunggu-nuggu apa yang akan terjadi. Mereka menduga akan terjadi petir dan halilintar, bila regu Thufail menjamah berhala Dzil Kafain itu.

Tetapi Thufail dengan mantap berjalan menuju berhala itu disaksikan para pemujanya sendiri. Beliau menyulutkan api tepat di jantung Dzil Kafail, sambil bersyair :

“Hai Dzil Kafain, kami bukanlah pemujamu. Kelahiran kami lebih dahulu dari pada keberadaanmu. Inilah aku, menyulutkn api di jantungmu!”

Setelah api melahap habis patung-patung Dzil Kafain, sirna pulalah sisa-sisa kemusyrikan dalam kabilah Daus. Seluruh kabilah Daus masuk Islam, dan menjadi muslim-muslim sejati.

Ketika Rasulullah saw. Meninggal

Demikianlah Thufail bin ‘Amr Ad-Dausy melanjutkan hidupnya bersama Nabi, shalat di belakangnya dan belajar kepadanya serta berperang dalam rombongannya. Dan ketika Rasulullah naik ke Rafiqul Ala, Thufeil berpendapat bahwa dengan wafatnya Rasulullah itu, tanggung jawabnya sebagai seorang Muslim belumlah ber­henti, bahkan boleh dikata baru saja mulai.

Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah. Thufail dan anak buahnya patuh kepada pemerintahan Khalifah Abu Bakar. Tatkala berkecamuk peperengan membasmi orang-orang murtad, Thufail paling dahulu pergi berperang bersama-sama tentara muslim memerangi Musailamah Al-Kadzhab (Musailamah si Pembohong). Begitu putra beliau, Amr bin Thufail yang selalu saja tak mau ketinggalan.

Thufail bermimpi ketika menuju Yamamah

Ketika Thufail dalam perjalanan menuju ke Yamamah (kawasan tempat Musailamah menyebarkan pahamnya yang murtad), dia bermimpi,

“Aku bermimpi. Cobalah kalian ta’birkan mimpiku ini,” kata Thufail kepada sahabat-sahabatnya

“Bagaimana mimpi anda?”, Tanya kawan-kawanya.

“Aku bermimpi kepalaku di Cukur. Seekor burung keluar dari mulutku, kemudian seorang perempuan memasukanku ke dalam perutnya. Anakku Amr menuntut dengan sungguh-sungguh supaya dibolehkan ikut bersamaku. Tetapi dia tak dapat berbuat apa-apa karena antara aku dan dia ada dinding.”

“Sebuh mimpi nan indah!” komentar kawan-kawan tanpa membarikan penafsiran sedikit pun.

Akhirnya Thufail sendiri yang menta’birkan, ”Sekarang, baiklah aku ta’birkan sendiri. Kepalaku dicukur, artinya kepalaku dipotong orang. Burung keluar dari mulutku, artinya nyawaku dari jasadku. Seorang perempuan memasukanku ke dalam perutnya, artinya tanah digali orang, lalu aku dikuburkan. Aku berharap semoga aku tewas sebagai syahid. Adapun tuntutan anakku, dia juga berharap mati syahid seperti aku. Tetapi permintaanya dikabulkan kemudian.”

Thufail Meninggal

Dalam pertempuran memerangi pasukan Musailamah Al-Kadzab di Yamamah, sahabat yang mulia ini, yaitu Thufail Ibnu Amr Ad-Dausy, mendapat cidera sehingga dia terbanting dan tewas di medan tempur. Putranya, Amr, meneruskan peperangan hingga tangan kanannya buntung. Setelah itu dia kembali ke Madinah meninggalkan tangan sebelah dan jenazah Bapaknya di medan tempur Yamamah.
Tatkalah Khalifah Umar bin Khatthab memerintah, Amr binti Thufail (putera Thufail) pernah datang ke majlis Khalifah. Ketika dia sedang berada dalam majlis, makanan pun dihidangkan orang. Orang-orang yang duduk dalam majlis mengajak Amr supaya turut makan bersama-sama. Tetapi ‘Amr menolak dan menjauh.

“Mengapa?” tanya Khalifah. “Barangkali engkau lebih senang makan belakangan, karena malu dengan tanganmu itu.”

“Betul, ya Amirul Mu’minin!” jawab Amr.
Kata Khalifah, “Demi Allah! Aku tidak akan memakan makanan ini, sebelum ia kau sentuh dengan tanganmu yang buntung itu. Demi Allah! Tidak seorang pun juga yang sebagian tubuhnya telah berada di syurga, melainkan hanya engkau”.

Mimpi Thufail menjadi kenyataan semuanya. Tatkala terjadi perang Yarmuk, Amr bin Thufail turut pula berperang bersama-sama dengan tentara muslimin. Amr tewas dalam peperangan itu sebagai syuhada’, seperti yang diharapkan Bapaknya. Semoga Allah memberi rahmat kepada Thufail yang gugur diperang Yamamah dan putranya, Amr, yang syahid di medan tempur Yarmuk.

[Sumber: Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah terjemah Shuwarum Min Hayatis Shahabah]

Begitulah, Nak. Kenapa Abi dan Umi menamaimu dengan nama Thufail.

1 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Di Tanggapi