cOleh : Fajar Kurnianto
Secara kebahasaan, seperti yang disebutkan dalam kamus bahasa Arab Al-Mu'jam al-Wasith, kata hijrah memiliki arti 'menjauhi' (taba'ada). Seperti dalam Alquran, ''Dan wanita-wanita yang kalian takutkan nusyuz-nya (meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri), maka terlebih dahulu nasihatilah mereka dan baru setelah itu, pisahkanlah, jauhkanlah (wahjuruhunna) mereka dari tempat tidurmu.'' (QS An-Nisa: 34).
Secara terminologi (istilah), hijrah dimaknai sebagai perjalanan menuju negeri lain untuk mempertahankan agama dan keyakinan dari gangguan dan rongrongan orang-orang yang berseberangan keyakinan. Hal ini seperti yang tercantum dalam Alquran, ''Dan orang-orang yang telah menempati Madinah lagi beriman, mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.'' (QS Al-Hasyr: 9).
Dalam ayat ini kata hijrah kemudian menjadi istilah populer, yaitu sebagai perpindahan orang Islam dari Makkah ke Madinah. Dipertegas lagi dengan ayat, ''Para malaikat berkata, 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu'?'' (QS An-Nisa: 97).
Namun, makna hijrah secara fisik ini kemudian oleh Nabi sendiri, pada hari Fathu Makkah (penaklukan Makkah tahun ke-8 H), dianggap selesai dan tidak ada lagi, seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas, ''Pada hari Fathu Makkah, aku mendengar Nabi SAW bersabda, 'Tidak ada lagi hijrah setelah hari ini, akan tetapi yang ada adalah jihad dan niat'.'' (HR Al-Bukhari dari Ibnu Abbas).
Ini mengindikasikan bahwa hakikat sejati hijrah bukanlah fisik semata, akan tetapi lebih pada perubahan yang dilakukan kaum Muslimin dalam bersikap dan bertindak.
Hijrah adalah keniscayaan bagi setiap orang beriman yang meyakini bahwa perubahan menuju hal-hal yang baik adalah bagian dari tuntutan keimanan yang telah tertanam dalam hati sanubari. Karena alasan iman inilah, kaum Muslimin pada zaman Nabi rela meninggalkan negeri kelahiran mereka menuju negeri orang lain. Rela meninggalkan harta benda demi keyakinan bahwa hanya Allahlah yang menjadi tambatan segala kehidupan, bukan harta benda. Rasulullah SAW bersabda, ''Orang yang berhijrah sejati adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah.'' (HR Muslim dari Abdullah bin Umar).
Hijrah dalam pengertian maknawi adalah seperti yang Nabi sampaikan dalam hadis di atas, yaitu menjauhi hal-hal yang dengan jelas dilarang oleh Allah dalam Kitab-Nya. Segala apa yang telah Allah dan Rasul-Nya tentukan keharamannya dengan jelas, menjadi keharusan bagi setiap Muslim yang taat untuk meninggalkannya. Meninggalkan dan menjauhi larangan-Nya adalah juga proses yang meniscayakan adanya perubahan dalam pola dan gaya hidup untuk menggapai nilai-nilai yang lebih positif dan berarti. Pendek kata, perubahan dalam orientasi hidup sesuai petunjuk Ilahi.
Wallahu a'lam.
republika
Secara kebahasaan, seperti yang disebutkan dalam kamus bahasa Arab Al-Mu'jam al-Wasith, kata hijrah memiliki arti 'menjauhi' (taba'ada). Seperti dalam Alquran, ''Dan wanita-wanita yang kalian takutkan nusyuz-nya (meninggalkan kewajibannya sebagai seorang istri), maka terlebih dahulu nasihatilah mereka dan baru setelah itu, pisahkanlah, jauhkanlah (wahjuruhunna) mereka dari tempat tidurmu.'' (QS An-Nisa: 34).
Secara terminologi (istilah), hijrah dimaknai sebagai perjalanan menuju negeri lain untuk mempertahankan agama dan keyakinan dari gangguan dan rongrongan orang-orang yang berseberangan keyakinan. Hal ini seperti yang tercantum dalam Alquran, ''Dan orang-orang yang telah menempati Madinah lagi beriman, mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.'' (QS Al-Hasyr: 9).
Dalam ayat ini kata hijrah kemudian menjadi istilah populer, yaitu sebagai perpindahan orang Islam dari Makkah ke Madinah. Dipertegas lagi dengan ayat, ''Para malaikat berkata, 'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu'?'' (QS An-Nisa: 97).
Namun, makna hijrah secara fisik ini kemudian oleh Nabi sendiri, pada hari Fathu Makkah (penaklukan Makkah tahun ke-8 H), dianggap selesai dan tidak ada lagi, seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas, ''Pada hari Fathu Makkah, aku mendengar Nabi SAW bersabda, 'Tidak ada lagi hijrah setelah hari ini, akan tetapi yang ada adalah jihad dan niat'.'' (HR Al-Bukhari dari Ibnu Abbas).
Ini mengindikasikan bahwa hakikat sejati hijrah bukanlah fisik semata, akan tetapi lebih pada perubahan yang dilakukan kaum Muslimin dalam bersikap dan bertindak.
Hijrah adalah keniscayaan bagi setiap orang beriman yang meyakini bahwa perubahan menuju hal-hal yang baik adalah bagian dari tuntutan keimanan yang telah tertanam dalam hati sanubari. Karena alasan iman inilah, kaum Muslimin pada zaman Nabi rela meninggalkan negeri kelahiran mereka menuju negeri orang lain. Rela meninggalkan harta benda demi keyakinan bahwa hanya Allahlah yang menjadi tambatan segala kehidupan, bukan harta benda. Rasulullah SAW bersabda, ''Orang yang berhijrah sejati adalah orang yang meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah.'' (HR Muslim dari Abdullah bin Umar).
Hijrah dalam pengertian maknawi adalah seperti yang Nabi sampaikan dalam hadis di atas, yaitu menjauhi hal-hal yang dengan jelas dilarang oleh Allah dalam Kitab-Nya. Segala apa yang telah Allah dan Rasul-Nya tentukan keharamannya dengan jelas, menjadi keharusan bagi setiap Muslim yang taat untuk meninggalkannya. Meninggalkan dan menjauhi larangan-Nya adalah juga proses yang meniscayakan adanya perubahan dalam pola dan gaya hidup untuk menggapai nilai-nilai yang lebih positif dan berarti. Pendek kata, perubahan dalam orientasi hidup sesuai petunjuk Ilahi.
Wallahu a'lam.
republika
1 komentar:
postingnya bagus dan menarik, semoga bermanfaat.^^
suplemen pelangsing badan
Posting Komentar
Silahkan Di Tanggapi